kabut waktu dan topeng manusia
menjala-jala nasib yang
tersembunyi
antara buih dan seribu kisah
di jantung sebuah fikrah
mata permata dan mereka yang menjarah
kilaunya
merobek lengking dari seruling
mengoyak tapal batas dari tambur
menjadi genderang perang sepanjang
jaman
karena damai tak selalu diam di
puncak
memandang hamparan dari ruas kelopak
waktu
nasib bangsa dan anak-anaknya
sering tercabik tangan durjana
purnama kita terus berganti
lagu kebesaran masih tetap sama
seperti warna bendera
biar lusuh tetap berkibar
tapi jika masih ada kabut mennyayat sisa
jejak perjalanan
tahan semua rasa pedih itu dengan
ketabahan
ia akan menjadi mutiara
bagi kerang yang luka *)
kakikata:
*) dari puisi Warna dan Mata, Amrus
Natalsya, 1999
*) fikrah itu ideologi; pemikiran
0 comments:
Post a Comment