Saturday, 4 August 2012

PUISI “Kabut Waktu”


kabut waktu dan topeng manusia 
menjala-jala nasib yang tersembunyi 
antara buih dan seribu kisah 
di jantung sebuah fikrah 

mata permata dan mereka yang menjarah kilaunya 
merobek lengking dari seruling 
mengoyak tapal batas dari tambur
menjadi genderang perang sepanjang jaman 

karena damai tak selalu diam di puncak 
memandang hamparan dari ruas kelopak waktu  
nasib bangsa dan anak-anaknya 
sering tercabik tangan durjana 

purnama kita terus berganti 
lagu kebesaran masih tetap sama 
seperti warna bendera 
biar lusuh tetap berkibar 

tapi jika masih ada kabut mennyayat sisa jejak perjalanan 
tahan semua rasa pedih itu dengan ketabahan
ia akan menjadi mutiara 
bagi kerang yang luka *) 


kakikata:
*) dari puisi Warna dan Mata, Amrus Natalsya, 1999
*) fikrah itu  ideologi; pemikiran

0 comments:

Post a Comment